Postingan pertama setelah bertahun-tahun ini, diawali dengan trip terbaru saya.
Gag jauh seh,cuma ke Jogja aja. Udah gag terhitung lagi berapa kali melangkahkan kaki ke kota gudeg ini, gag pernah ada bosennya. Paling suka sama suasananya, bisa dibilang ini adalah kota ketiga yang pengen aku tinggalin setelah Bandung dan Purwokerto tentunyaaa...
Siang itu, karena hari sabtu tetep harus berangkat kerja setengah hari akhirnya baru bisa meninggalkan kota mendoan di atas jam 12, yaa beginilah nasib manusia yang cuma bisa merasakan weekend hari minggu aja. Trip kali ini sengaja ngajak tiga adik sepupu yang super ababil dan bawel (maklum masih SMA & Mahasiswa), entah kenapa tiba2 pengen jalan tapi gag pengen sendirian akhirnya dihasutlah mereka oleh saya, jadi modusnya aku mau jadi guide liburan mereka padahal seh mereka yang bakalan nemenin aku..haa
Ceritanya kita transit di Kebumen dulu satu malam karena bakal ngelanjutin perjalanan ke Jogja hari minggu, alesan singkatnya karena pengen naik kereta tapi tiket paling murah Purwokerto-Jogja Rp 80.000,- (MAHAL). Berhubung gag ada yang nganter ke terminal jadilah kami naik angkot (pertama kalinya setelah terakhir entah jaman kapan). Angkot warna kuning jurusan Baturaden-Terminal cukup bayar Rp 5.000/orang, standar lah kalo diliat dari jarak yang ditempuh. Sampai terminal kita milih naik Bus Mandala yang kalo gag salah bis jurusan Purwokerto-Surabaya dan luar biasa kaget, ini bis Ekonomi-AC dengan fasilitas yang oke banget buat tarif hanya Rp 20.000 Purwokerto-Kebumen (Recomended).
Sampai di Kebumen, biasalah menikmati malam di alun-alun kota tanpa keluar biaya, secara yaaa.. ke Kebumen transit di rumah tante sendiri jadi apa-apa udah ditanggung, hemat kan...
Minggu subuh semua bangun dengan keadaan panik, KA Prameks yang mau kita tumpangin buat ke Jogja ternyata udah gag buka trayek dari Stasiun Prembun, eng ing eng... bingunglah semua karena jadwal keberangkatan dari Stasiun Kutoarjo sebagai stasiun terdekat dari Kebumen cuma jam 6 dan jam 9 aja. Akhirnya sii Om mengeluarkan jurus mautnya, Kebumen-Kutoarjo 30 menit, gimana caranya? ngebut di jalan! Beruntung sampai Stasiun Kutoarjo 10 menit sebelum kereta berangkat, tiketnya cuma Rp 8.000 (10x lipat dari harga KA. Logawa).
Tepat jam 07.27 sampailah kami di Jogja, turun di Stasiun Tugu dan tentunya lokasi pertama yang dikunjungi apalagi kalo bukan Malioboro!. Mungkin karena weekend jadi masih pagi udah mulai rame pengunjung dan ada beberapa kios yang mulai buka, pertama masuk kawasan Malioboro disajikan pemandangan barisan kelompok sepeda onthel dengan seragam lurik khas jogja, bener-bener istimewa..
Cuaca masih seger, cerah ceria.. karena lapar akhirnya duduk di Bangku 0 KM buat menikmati sate ayam dan gulali yang dijual disekitar sini. Sate ayam Rp 10.000/porsi isinya ada 10 tusuk ditambah ketupat, ciri khasnya ada satu tusuk yang ditambah telur puyuh. Gulali yang dijual disini sama kayak gulali jaman SD dulu, cuma harganya lebih mahal, Rp 5.000/buah. Tapi yaa emang dasar bolang solehah, alhamdulillah ada aja rejekinya, dapet bonus dari si ibu penjual sate dan gulalinya Rp 10.000 dapet 3 biji. Selama makan dapet pemandangan lagi, ditemenin pengamen jalanan, bukan cuma pengamen yang nyanyi & main gitar tapi juga pengamen yang nunjukin atraksi sulap dan langsung berinteraksi sama kita.
Selesai sarapan masuklah kita ke Musem Benteng Vredeburg, pengunjung dewasa cuma only Rp 2.000,- harga yang sangat tidak sebanding dengan nilai sejarahnya. Kalau dengan tarif yang segini murahnya pengunjung Museum masih aja sedikit, sungguh terlalu penduduk negeri ini karena bagaimanapun juga sejarah perlu dikenang. Disini kita bisa liat benteng jaman kolonial belanda yang masih berasa banget klasiknya, dan saya selalu suka sama Diorama yang ada di 4 ruangan terpisah. Buat kalian yang hobi fotografi, disini banyak spot yang sayang kalau dilewatkan, percayalah!
Walaupun ini kota wisata yang biasa dikunjungin, tapi aku tetep gag mau kehilangan jiwa traveling, akhirnya setelah puas menikmati sejarah mulai berjalanlah kami ke Masjid bawah tanah di Komplek Taman Sari. Jam 11 siang jalan kaki, kebayang dong panasnya, kalo aku seh gag ngerasa capek malah seneng banget bisa liat kehidupan Jogja lebih dekat tp sesekali sambil nengok ke belakang juga, khawatir 3 cewe ababil yang langkahnya mulai lambat pingsan di tengah jalan (dijamin mereka gag akan pernah lupa kejadian ini *ketawajahat*). Berkat nanya ke ibu2 pemilik warung kelontong dan adek kecil yang lagi main di pinggir jalan sampai lah kami di Masjid Bawah Tanah dengan GRATIS, kenapa? karena berkat mereka yang kami temui di jalan lah kita dapet akses jalan tembus buat ke lokasi ini, alhamdulillah rejeki bolang solehah lagi..hhaa
Begitu masuk kawasan masih seneng karena baru ada 10-15 orang yang ada di tempat itu tapi 10 menit kemudian, subhanallah, banyak banget berjubel-jubel sampe mau foto aja harus antri dan gag pernah dapet angle yang pas. Cuaca yang semakin panas, udara yang semakin pengap dan pengunjung yang semakin banyak akhirnya membuat kita menyerah dan meninggalkan tempat ini.
Menuju lokasi berikutnya karena gag tega liat 3 cewe ababil yang kecapean akhirnya kita naik becak, karena ini memang kawasan wisata khusus hanya untuk kendaraan pribadi dan becak. Setelah melewati beberapa abang becak dan dengan negosiasi yang panjang akhirnya dapatlah kita tarif 25rb untuk 2 becak sampai ke shelter Taman Pintar, karena tujuan kita adalah ke De Mata Trick Eye Museum. Dari shelter Taman Pintar cukup 1 kali naik Transjogja 3A dengan tarif Rp 3.300, sampai di shelter tinggal nyebrang jalan dan sampailah kita di XT Square dimana tempat ini dulunya adalah bekas terminal jadi arti dari XT itu adalah "Eks Terminal".
Sampai di XT Square, kita istirahat dulu di Mushola buat sekedar sholat, leyeh-leyeh dan mengisi perut yang lapar. Setelah selesai barulah kita masuk ke De Mata, tiketnya Rp 40.000,- (oke lebih mahal dari tarif bulan-bulan sebelumnya yang berkisar Rp 30.000-Rp 35.000). untuk yang mau beli tiket terusan De Mata & De Arca tiket yang dibandrol Rp 70.000,-.
Konon katanya, De Mata ini adalah Museum Trick Eye terbesar di Asia karena memajang 125 koleksi gambar yang selalu diganti rutin tiap bulan. Waktu pertama masuk cuma bisa ketawa sendiri, karena baru pertama kali dan baru tahu kalau ada beberapa gambar yang fotonya harus naik tangga. Buat saya yang gag begitu aktif di depan kamera, bergaya disini memang agak susah karena butuh ekspresi yang oke, imajinasi yang kreatif dan Ke-PD-an tingkat tinggi terutama kalau datang pas siang hari, kenapa? karena banyak yang antri mau foto dan sebelumnya memperhatikan dulu gimana gaya kita, tapi over all, tempat ini bagus juga dan terima kasih sudah jadi salah satu bagian tempat wisata di Jogja.
Keasikan foto-foto akhirnya gag terasa udah jam 4, padahal masih ada 1 lokasi yang mau dikunjungi. Berhubung tempatnya agak jauh dan kita masih harus kembali ke Purwokerto akhirnya rencana terakhir terpaksa cancel, maybe next time yaaa...
Perjalan pulang akhirnya menuju Terminal Giwangan, masih naik transjogja langsung dari XT Square. Sampai di Giwangan yang pertama di cari adalah toilet, akhirnya kita dapet toilet yang ada tempat sholat juga, setelah selesai barulah babak menyebalkan dimulai. Tiba-tiba ada preman terminal yang mendekat dan nanya mau kemana, udah dijawab dan udah menunjukkan sikap kalau kita udah tau arah jalan ke pangkalan Bis, orang ini masih aja jalan di depan kita seolah-olah lagi nunjukkin arah. Sebelum masuk ada retribusi Rp 500/orang (di Purwokerto gag begini). Karena semakin merasa gag nyaman dengan preman yang masih aja ngikutin akhirnya ganti haluan yang semula rencana naik Bis Efisiensi langsung naik Bis lain jurusan Purwokerto yang kebetulan udah siap berangkat. Aku pikir premannya langsung pergi ehh gag taunya dia ikut masuk ke dalem Bis yang udah mulai jalan dan minta uang tip Rp 10.000, demi keamanan akhirnya dikasih lah dia uang yang diminta itu. Dan masih rejeki bolang solehah, bis yang kita naikin Ekonomi-AC dengan tarif yang lebih murah dari yang direncanakan, Bis Sumber Group Rp 55.000, kenetnya ramah dan enak diajak ngobrol.
Yang luar biasa dari trip kali ini adalah, pengalaman pertama kalinya diikutin preman terminal!
Yogyakarta buat aku adalah kota yang besar dan istimewa, hanya saja kejadian di terminal ini yang paling mengecewakan sepanjang sejarah perjalananku ke Jogja, biaya retribusi memang cuma hitungan perak, tapi sebagai kota besar samgat disayangkan sekali kalau terminal terbesarnya gag bisa memberikan pelayanan, keamanan dan fasilitas yang baik, sungguh... terminal Purwokerto jauh lebih baik dari Giwangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar